Blogroll

sinomim 50 kata bahasa indonesia

SINONIM
(PERSAMAAN KATA)
 
  1.      Kerupuk          : gendar, kemplang, opak
  2.     Hadiah             : amplop, angpau, anugerah, baksis, bingkisan, bonus
  3.     Cantik             : anggun, apas, ayu, bagus, bahari, baik, bergaya, berupa, cakap
  4.     Pandai             : ahli, berakal, berida, berilmu, berpendidikan, berpengalaman
  5.     Masak             : matang, menguning, ranum, tua
  6.    Binatang          : fauna
  7.    tanaman           : flora
  8.    bohong            : dusta
  9.    haus                 : dahaga
  10.    pakaian            : baju
  11.    bertemu           : berjumpa
  12.    buruk               : jelek
  13.   bunga              : kembang
  14.    mati                 : wafat
  15.    hulubalang       : komandan
  16.    aku                  : saya
  17.    melihat             : melirik
  18.    senang             : bahagia
  19.    mahal               : banter
  20.    Ventilasi          : Jendela
  21.    Wahana          : Sarana
  22.    Warta             : Berita
  23.    Target             : Sasaran
  24.    Tanggal           : Lepas
  25.    Tandang         : Lawatan
  26.    Sutradara        : Pengarah adegan
  27.    Strategi            : Taktik
  28.     Sosialisasi       : Pengenalan
  29.     Serikat           : Perkumpulan
  30.     Selebaran       : Risalah
  31.    Semboyan      : Slogan
  32.    Sanksi             : Hukuman
  33.    Relasi             : Rekanan
  34.    Pedoman        : Panduan
  35.    Paras              : Wajah
  36.   Paparan          : Gambaran
  37.   Pangkas         : Potong
  38.   Niscaya          : Pasti
  39.    Makelar         : Pialang
  40.   Kuno              : Antik
  41.   Kuliner           : Masakan
  42.    Legal             : Sah
  43.   Konkret         : Nyata
  44.   Konfiden        : Yakin
  45.    Komedi         : Lawak
  46.    Identitas        : Bukti diri
  47.    Imbas           : Efek
  48.    Empati           : Ikut merasakan
  49.    Donasi           : Bantuan
  50.     Dosis            : Takaran
 



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
Category: 0 komentar

ANALISIS MENGAPA DALAM AL’QURAN ALLAH SERING MENGATAKAN AKU ATAU KAMI

ANALISIS MENGAPA  DALAM AL’QURAN
ALLAH SERING MENGATAKAN AKU ATAU KAMI

Seringkali dalam perdebatan muncul syubhat tentang Al Quran, kenapa kadang kadang memakai kata Aku (tunggal) dan kadang kadang memakai kata Kami (jamak), hal ini selalu digunakan oleh kaum nashrani dan kaum kufar lainnya untuk menyerang dan menyebarkan syubhat (kerancuan), serta keraguan atas kebenaran Kitabullah pada kaum muslimin, lalu….sebenarnya bagaimanakah jawaban atas syubhat tersebut ?? berikut adalah jawaban dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullahu ta’ala- :
 salah satu sebab turunnya ayat tersebut adalah perdebatan orang-orang nashrani mengenai yang kabur bagi mereka. Seperti FirmanNya أنا (Ana = Aku) dan نحن (Nahnu = Kami).
Para Ulama mengetahui bahwa makna نحن (Nahnu = Kami) disini adalah salah satu yang diagungkan dan memiliki pembantu-pembantu. Dia tidak memaksudkannya dengan makna tiga illah. Takwil kata ini yang merupakan penafsiran yang sebenarnya, hanya diketahui oleh orang-orang yang mantap keilmuannya, yang bisa membedakan antara siapa yang dimaksud dalam kata إِيَّا (iyya = hanya kepada) dan siapa yang dimaksud dengan kata إِنَّ (inna = sesungguhnya kami ), karena ikut sertanya para malaikat dalam tugas yang mereka diutus untuk menyampaikannya, sebab mereka adalah para utusanNya.
Adapun berkenaan dengan satu-satunya illah yang berhak di ibadahi, maka berlaku bagi-Nya saja.
Karena itu Allahu ta’ala tidak pernah berfirman فإىّن فعبد ( faiyyana fa’budu = hanya kepada kami, maka beribadahlah).
Setiap kali memerintahkan ibadah, takwa, takut dan tawakal, Dia menyebut diri Nya sendiri dengan nama khususNya. Adapun bila menyebut perbuatan perbuatan yang dia mengutus para malaikat untuk melakukannya maka Dia berfirman :
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا
sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata (Al Fath : 1)
dan…
فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaanya itu (Al Qiyamah : 18)
dan ayat ayat semisalnya

Kata “kami” dan “aku” dalam bahasa Indonesia merupakan kata ganti atau pronomina. Kata “kami” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:612) adalah yang berbicara bersama dengan orang lain (tidak termasuk yang diajak berbicara) yang menulis atas nama kelompok, tidak termasuk pembaca. Sedangkan kata “aku” dalam KBBI (2008:32) adalah kata ganti orang pertama yang berbicara atau yang menulis.
Berbeda dengan maksud dan makna penggunaan kata “kami” dan “aku” dari segi pengertian dan segi makna atau semantik. Makna kata “kami” dan “aku” berdasarkan penggunaanya oleh Tuhan tentu berbeda dengan penggunaanya oleh manusia, baik dari segi pengertian dan segi semantik.  Dari beberapa sumber yang saya baca, penggunaan kata “kami” dan “aku” berdasarkan pemahaman kita sebagai manusia pengguna bahasa Indonesia digunakan sebagai kata ganti, sedangkan dari segi semantiknya kata “kami” yang sering kita gunakan bermakna sebuah rasa bahasa dengan nilai kesopanan.
Penggunaan kata “kami” dan “aku” oleh Tuhan dalam Al-Quran secara logika bisa kita maknai sebagai sebuah keagungan dan keadilan yang Tuhan tunjukan kepada manusia. Kata “Kami” yang Allah gunakan bermakna bahwa dalam melakukan sesuatu dan melakukan tindakan yang hendak Ia tunjukan kepada manusia Allah tidak langsung bertindak dan melakukanya sendiri melainkan melibatkan makhluk-makhluk-Nya yang lain (menunjukkan bahwa Allah tidak sombong dengan kekuasaan yang Ia miliki). Makhluk-makhluk yang dimaksud itu tentu seluruh makhluk yang telah Ia ciptakan di dunia ini. Contoh penggunan kata “kami” dalam QS. Al-Kautsar ayat 1.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Penggunaan kata “kami” yang Allah gunakan pada QS. Al Kautsar ayat 1 secara logika dapat kita pahami bahwa Allah memberikan nikmat kepada manusia tidak secara langsung menggunakan tangan-Nya, melainkan melalui perantara makhluk-Nya yang lain terutama malaikat Mikail yang bertugas memberi rizki kepada manusia atas izin Allah SWT. Apabila rizki atau nikmat itu berupa buah Mangga, tentu Allah juga melibatkan tumbuhan. Agar pohon Mangga tumbuh dan berbunga tentu pohon tersebut membutuhkan tanah yang subur, tanah yang subur tidak mungkin terlepas dari peran cacing yang merupakan binatang menjaga kesuburan tanah humus. Selain itu, sebelum menjadi buah tentu buah mangga itu berasal dari bunga yang merupakan bakal cikal buah mangga, agar bunga tersebut berkembang menjadi bakal buah mangga, maka bunga tersebut membutuhkan bantuan kumbang atau angin untuk berlangsungnya pertemuan serbuk sari dan kepala putik.
 “Bohong dan tidak adil dong kalo seorang pemimpin mengatakan “Akulah yang melakukan itu” sedangkan yang melakukannya bukan dia seorang. Begitu juga dengan Allah, Allah Maha Adil dan semua perkataan-Nya adalah benar, maka dari itu Dia (Allah) menggunakan kata “KAMI” di Wahyu-Nya. Hal ini juga menjadi penghargaan dan penghormatan penting bagi para malaikat karena ketaatan dan pengabdiannya kepada Allah tidak diabaikan begitu saja, dengan adanya kata “KAMI” tersebut para malaikat menganggap dirinya diakui oleh Allah SWT.” Selain itu, penggunaan kata “kami” juga dapat Allah gunakan untuk menyatakan Nabi dan Rasulnya.
Kata “aku” dalam Al Quran yang digunakan oleh Allah untuk menyatakan betapa besarnya keagungan Allah sebagai pencipta yang memiliki seluruh alam, memiliki seluruh sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh makhluk-Nya (disampaikan melalui Asmaulhusna). Keagungan untuk disembah serta di-Esakan. Selain untuk menunjukan dan menyatakan kebesaran-Nya, Allah menggunakan kata “aku” untuk menyampaikan perintah secara langsung kepada makhluknya tanpa menggunakan perantara atau tidak melibatkan makhluk-nya yang lain.  Contohnya dalam QS. Adz Dzaariyaat : Ayat 56
لِيَعْبُدُونِ إِلا وَالإنْسَ الْجِنَّ خَلَقْتُ وَمَا
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzaariyaat : Ayat 56)
Jelaslah dapat kita pahami makna kata “aku” dalam QS. Adz Dzaariyaat : Ayat 56 di atas menyatakan bahwa Allah memerintahkan makhluknya jin dan manusia untuk menyembah-Nya. Hal ini jelas bahwa Allah menunjukkan kekeuasaan dan keagungan yang dimiliki-Nya.
Kesimpulan yang dapat saya sampaikan yaitu: penggunaan kata “kami” dan “aku” dalam Al Quran secara logika untuk menunjukkan keaggungan dan kekuasaan Allah kepada makhluknya. Dengan kata “kami” Allah menunjukkan bahwa Ia bisa melakukan sesuatu tanpa harus melakukan sendiri. Berbeda dengan manusia ketika ingin melakukan sesuatu yang sesuai keinginanya, manusia harus turun langsung melakukan apa yang ia inginkan. Dengan kata “aku” Allah menyatakan keagungan-Nya melalui perintah langsung kepada makhluknya tanpa melalui perantara atau melibatkan makhluknya, seperti perintak memohon ampun atau bertobat kepada-Nya, mengungkapkan bahwa Dialah Tuhan satu-satunya, agar menyembah kepada-Nya semata.



Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
Category: 0 komentar

analisis surat al-fatihah ayat ke 6



ANALISIS SURAT AL-FATIHAH AYAT 6
DENGAN TERJEMAHAN TUNJUKILAH  KAMI JALAN YANG LURUS,

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta alam yang senantiasa memberi banyak kenikmatan. Sholawat serta salam kita tujukan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang sangat kita harapkan syafaatnya di hari akhir nanti.
Surat Al Fatihah termasuk dalam surat makkiyah yaitu surat yang diturunkan di Mekkah. Surat Al Fatihah merupakan surat pertama dalam Al Qur an atau disebut sebagai surat pembuka. Surat Al fatihah Terdiri dari atas 7 ayat.
Hafal terhadap surat Al Fatihah merupakan kewajiban seorang setiap orang yang mengerjakan ibadah sholat, baik ketika sholat sendiri, atau sebagai makmum ataupun sebagai Imam harus mengerti dan paham Surat Alfatihah. Karena jika tidak membaca surat Al Fatihah maka sholatnya tidak sah.
Nabi kita, sang suri tauladan kita yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيْهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلاَثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيْلَ لِأَبِيْ هُرَيْرَةَ: إِنَّا نَكُوْنُ وَرَاءَ اْلإِمَامِ فَقَالَ: اِقْرَأْ بِهَا فِيْ نَفْسِكَ فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَّمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ عَبْدِيْ نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِيْ مَا سَأَلَ
Artinya :
“Barangsiapa yang melakukan sholat, sedang ia tak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) di dalamnya, maka sholatnya kurang (3X), tidak sempurna”. Abu Hurairah ditanya, “Bagaimana kalau kami di belakang imam”. Beliau berkata, “Bacalah pada dirimu (yakni, secara sirr/pelan), karena sungguh aku telah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Allah -Ta’ala- berfirman, “Aku telah membagi Sholat (yakni, Al-Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku setengah, dan hamba-Ku akan mendapatkan sesuatu yang ia minta”. [HR. Muslim (395), Abu Dawud (821), At-Tirmidziy (2953), An-Nasa’iy (909), dan Ibnu Majah (838)]
Nasta’iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti’aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
 
Latin : ihdinaash shiraathaal mustaqiim
Artinya : Tunjukilah  kami jalan yang lurus,
"Ihdi": Pimpinlah, tunjukilah, berilah hidayah 
Arti "hidayah" ialah: Menunjukkan sesuatu jalan atau cara menyampaikan orang kepada orang yang ditujunya dengan baik. 
Ihdinash Shiratal al Mustaqim adalah permohonan pada Allah agar ditunjukan ke jalan yang lurus. Hidayah yang dimohonkan dalam ssurat Al-Fatihah ini tertuang dalam “tunjukilah kami ke jalan yang lurus lagi luas”. Menurut sebagian Ulama merupakan hidayah, karena pada hakekatnya hidayah adalah ajaran yang telah disampaikan para Nabi kepada seluruh manusia.
Hidayah Allah kepada manusia terdapat bermacam-macam bentuk, diantaranya yaitu:
  1. Hidayah dalam bentu Ilham
Manusia begitu juga binatang-binatang, dilengkapi oleh Allah dengan bermacam-macam sifat, yang timbulnya bukanlah dari pelajaran, bukan pula dari pengalaman, melainkan telah dibawanya dari kandungan ibunya. Sifat-sifat ini namanya "naluri", dalam bahasa Arab disebut "garizah". 
Umpamanya, naluri "ingin memelihara diri" (mempertahankan hidup). Kelihatan oleh kita seorang bayi bila merasa lapar dia menangis. Sesudah terasa di bibirnya mata susu ibunya, dihisapnyalah sampai hilang laparnya. 
Perbuatan ini dikerjakannya tak seorang juga yang mengajarkan kepadanya, bukan pula timbul dari pengalamannya, hanyalah semata-mata ilham dan petunjuk dari Allah kepadanya untuk mempertahankan hidupnya. 
Kelihatan pula oleh kita lebah membuat sarangnya, laba-laba membuat jaringnya, semut membuat lobangnya dan menimbun makanan dalam lubang itu. Semua itu dikerjakan oleh binatang-binatang tersebut ialah untuk mempertahankan hidupnya dan memelihara dirinya masing-masing dengan dorongan nalurinya semata-mata. 
Banyak lagi naluri yang lain, umpamanya garizah ingin tahu, ingin mempunyai, ingin berlomba-lomba, ingin bermain, ingin meniru, takut dan lain-lain. 
Garizah-garizah itu tidak dapat dihilangkan dan tidak ada faedahnya membunuhnya. Ada ahli pikir dan pendidik yang hendak memadamkan garizah karena melihat seginya yang tidak baik (jahat) itu, sebab itu diadakan oleh mereka macam-macam peraturan untuk mengikat kemerdekaan anak-anak supaya garizah itu jangan tumbuh, atau mana yang telah tumbuh menjadi mati. Tetapi perbuatan mereka itu besar bahayanya terhadap pertumbuhan akal, tubuh dan akhlak anak-anak. Dan bagaimanapun orang berusaha hendak membunuh garizah itu, namun ia tidak akan mati. 
Allah telah menganugerahkan kepada manusia bermacam-macam garizah untuk jadi hidayah (petunjuk) yang akan dipakai dengan cara bijaksana oleh manusia itu. 
  1. Hidayah kepada panca indera
Karena garizah itu sifatnya belum pasti sebagai disebutkan di atas, maka ia belum cukup untuk jadi hidayah bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Sebab itu oleh Allah swt. manusia dilengkapi lagi dengan pancaindra. Pancaindra itu sangat besar harganya terhadap pertumbuhan akal dan pikiran manusia, sebab itu ahli-ahli pendidikan berkata: 
الحواس أبواب المعرفة 
Artinya: 
Pancaindra itu adalah pintu-pintu pengetahuan. 
Maksudnya ialah dengan jalan pancaindra itulah manusia dapat berhubungan dengan alam yang di luar, dengan arti bahwa sampainya sesuatu dari alam yang di luar ini ke dalam otak manusia adalah pintu-pintu pancaindra itu. 
Tetapi garizah ditambah dengan pancaindra, juga belum cukup lagi 
untuk jadi pokok-pokok kebahagiaan manusia. Banyak lagi benda-benda dalam alam ini yang tidak dapat dilihat oleh mata. Banyak macam suara yang tidak dapat didengar oleh telinga. Malah selain dari alam mahsusat (yang dapat ditangkap oleh pancaindra), ada lagi alam ma'qulat (yang hanya dapat ditangkap oleh akal). 
Selain dari pancaindra itu hanya dapat menangkap alam mahsusat, tangkapannya tentang yang mahsusat itupun tidak selamanya betul, kadang-kadang salah. Inilah yang dinamakan dalam ilmu jiwa "illusi optik" (tiupan pandangan), dalam bahasa Arab disebut, 
"khida'an nazar". Sebab itu manusia membutuhkan lagi hidayah yang kedua itu. Maka dianugerahkan lagi oleh Allah hidayah yang ketiga, yaitu "hidayah akal". 
  1. Hidayah kepada akal
Dengan adanya akal itu dapatlah manusia menyalurkan garizah ke arah yang baik agar garizah itu menjadi pokok bagi kebaikan, dan dapatlah manusia membetulkan kesalahan-kesalahan pancaindranya, membedakan buruk dengan baik. Malah sangguplah dia menyusun mukadimah untuk menyampaikannya kepada natijah, mempertalikan akibat dengan sebab, memakai yang mahsusat sebagai tangga kepada yang ma'qulat, mempergunakan yang dapat dilihat, diraba dan dirasai untuk menyampaikannya kepada yang abstrak, maknawi dan gaib, mengambil dalil dari adanya makhluk untuk adanya khalik, dan begitulah seterusnya. 
Dengan demikian nyatalah bahwa garizah ditambah dengan pancaindra ditambah pula dengan akal belum lagi cukup untuk menjadi hidayah yang akan menyampaikan manusia kepada kebahagiaan hidup jasmani dan rohani, di dunia dan akhirat. 
Oleh karena itu manusia membutuhkan suatu hidayah lagi, di samping pancaindra dan akalnya itu, yaitu hidayah agama yang dibawa oleh para rasul `alaihimus shalatu wassalam. Didapatnyalah dengan akalnya bahwa Zat yang gaib itulah yang menciptakannya, yang menganugerahkan kepadanya dan kepada jenis manusia seluruhnya, segala sesuatu yang ada di alam ini, segala sesuatu yang dibutuhkannya untuk memelihara diri dan mempertahankan hidupnya. 
Karena dia merasa berutang budi kepada suatu Zat Yang Gaib itu, maka dipikirkannyalah bagaimana cara berterima kasih dan membalas budi itu, atau dengan perkataan lain bagaimana cara "menyembah Zat Yang Gaib itu". Akan tetapi masalah bagaimana cara menyembah Zat Yang Gaib itu, adalah suatu masalah yang sukar, yang tidak dapat dicapai oleh akal manusia. Sebab itu di dalam sejarah kelihatan bahwa tidak pernah adanya keseragaman dalam hal ini. Bahkan akal pikirannya akan membawanya kepada kepercayaan membesarkan alam di samping membesarkan Zat Yang Gaib itu. 
Karena pikirannya masih bersahaja dan karena belum dapat dia menggambarkan di otaknya bagaimana menyembah "Zat Yang Gaib", maka dipilihlah di antara alam ini sesuatu yang besar, atau yang indah, atau yang banyak manfaatnya, atau sesuatu yang ditakutinya untuk jadi pelambang bagi Zat Yang Gaib itu. Pernah dia mengagumi matahari, bulan dan bintang-bintang, atau sungai-sungai, binatang dan lain-lain, maka disembahnyalah benda-benda itu, sebagai lambang bagi menyembah Tuhan atau Zat Yang Gaib itu, dan diciptakannyalah cara-cara beribadah (menyembah) benda-benda itu. Dengan ini timbullah pula suatu macam kepercayaan, yang dinamakan "Kepercayaan menyembah kekuatan alam", sebagai yang terdapat di Mesir, Kaldania, Babilonia, Assyiria dan di tempat-tempat lain di zaman purbakala. 
Dengan keterangan itu kelihatanlah bahwa manusia menurut fitrahnya suka beragama, suka memikirkan dari mana datangnya alam ini, dan ke manakah kembalinya. 
Bila dia memikirkan dari mana datangnya alam ini, akan sampailah dia pada keyakinan tentang adanya Tuhan, bahkan akan sampailah dia kepada keyakinan tentang keesaan Tuhan itu (tauhid), karena akidah (keyakinan) tentang keesaan inilah yang lebih mudah, dan lebih lekas dipahami oleh akal manusia. Karena itu dapatlah kita tegaskan bahwa manusia itu menurut nalurinya adalah beragama tauhid. 

  1. Hidayah berupa agama dan syari’at
Karena hal-hal yang disebutkan itu, maka diutuslah oleh Allah rasul-rasul untuk membawa agama yang akan menunjukkan kepada manusia jalan yang harus mereka tempuh untuk kebahagiaan mereka dunia dan akhirat. Adalah yang mula-mula ditanamkan oleh rasul-rasul itu kepercayaan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya, guna membersihkan iktikad manusia dari kotoran syirik (mempersekutukan Tuhan). Rasul membawa manusia kepada kepercayaan tauhid itu dengan melalui akal dan logika, yaitu dengan mempergunakan dalil-dalil yang tepat dan logis. (Ingatlah kepada soal-jawab antara Nabi Ibrahim dengan Namruz, Nabi Musa dengan Firaun, dan seruan-seruan Alquran kepada kaum musyrikin Quraisy agar mereka mempergunakan akal). 
Di samping kepercayaan kepada adanya Tuhan Yang Maha Esa, rasul-rasul juga membawa kepercayaan tentang akhirat dan malaikat-malaikat. Percaya kepada adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya, serta adanya malaikat dan hari kemudian itu, itulah yang dinamakan Al-Iman bil Gaib (percaya kepada yang gaib). Dan itulah yang jadi pokok bagi semua agama Ketuhanan, dengan arti bahwa semua agama yang datangnya dari Tuhan mempercayai keesaan Tuhan, serta malaikat dan hari akhirat. 
Di samping `aqaid (kepercayaan-kepercayaan) yang disebutkan itu, rasul-rasul juga membawa hukum-hukum, peraturan-peraturan, akhlak dan pelajaran-pelajaran. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan ini berlain-lainan, artinya apa yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim tidak sama dengan yang diturunkan kepada Nabi Musa, dan apa yang dibawa oleh Nabi Isa tidak serupa dengan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Sebabnya ialah karena hukum-hukum dan peraturan-peraturan itu haruslah sesuai dengan keadaan tempat dan masa. Maka syariat yang dibawa oleh nabi-nabi itu adalah sesuai dengan masanya masing-masing. Jadi yang berlain-lainan itu ialah hukum-hukum furu` (cabang-cabang), sedangkan pokok-pokok hukum agama seperti akidah adalah sama. Berhubung Muhammad saw. adalah seorang nabi penutup maka syariat yang dibawanya, diberi oleh Tuhan sifat-sifat tertentu agar sesuai dengan segala masa dan keadaan.  Hidayah yang dimohonkan kepada Tuhan 
Agama Islam sebagai hidayah dan senjata hidup yang penghabisan, atau jalan kebahagiaan yang terakhir, telah dianugerahkan Tuhan, tetapi adakah orang pandai mempergunakan senjata itu, dan adakah semua hamba Allah sukses dalam menempuh jalan yang dibentangkan oleh Tuhan. Tidak banyak manusia yang pandai menerapkan agama, beribadat (menyembah Allah) sebagai yang diridai oleh yang disembah, bahkan pelaksanaan syariat tidak sesuai dengan yang dimaksud oleh Pembuat syariat itu. 
Karena itu kita diajari Allah memohonkan kepada-Nya agar diberi-Nya ma`unah, dibimbing dan dijaga-Nya selama-lamanya serta diberi-Nya taufik agar dapat memakai semua macam hidayah yang telah dianugerahkan-Nya itu menurut semestinya. Garizah-garizah supaya dapat disalurkan ke arah yang baik, pancaindra supaya berfungsi betul, akal supaya sesuai dengan yang benar, tuntunan-tuntunan agama agar dapat dilaksanakan menurut yang dimaksud oleh yang menurunkan agama itu dengan tidak ada cacat, janggal dan salah. Tegasnya manusia yang telah diberi Tuhan bermacam-macam hidayah yang disebutkan di atas (garizah-garizah, pancaindra, akal dan agama) belum dapat mencukupkan semata-mata hidayah-hidayah itu saja, tetapi dia masih membutuhkan ma`unah dan bimbingan dari Allah (yaitu taufik-Nya). Maka ma`unah dan bimbingan itulah yang kita mohonkan dan kepada Allah sajalah kita hadapkan permohonan itu. 
Dengan perkataan lain, Allah telah memberi kita hidayah-hidayah tersebut, tak ubahnya seakan-akan Dia telah membentangkan di muka kita jalan raya yang menyampaikan kepada kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi, maka yang dimohonkan kepada-Nya lagi ialah "membimbing kita dalam menjalani jalan yang telah terbentang itu". Dengan ringkas hidayah dalam ayat "ihdinassiratal mustaqim" ini berarti "taufik" (bimbingan), dan taufik itulah yang dimohonkan di sini kepada Allah. Taufik ini dimohonkan kepada Allah sesudah kita berusaha dengan sepenuh tenaga, pikiran dan ikhtiar,karena berusaha dengan sepenuh tenaga adalah kewajiban kita, tetapi sampai berhasil sesuatu usaha adalah termasuk kekuasaan Allah. Dengan ini kelihatanlah pertalian ayat ini dengan ayat yang sebelumnya. Ayat yang sebelumnya Allah mengajari hamba-Nya supaya menyembah memohonkan pertolongan kepada-Nya, sedangkan pada ayat ini Allah menerangkan apa yang akan dimohonkan, dan bagaimana memohonkannya.




Labels : wallpapers Mobile Games car body design Hot Deal
Search Terms : property home overseas properties property county mobil sedan oto blitz black pimmy ride Exotic Moge MotoGP Transportasi Mewah free-islamic-blogspot-template cute blogger template free-blog-skins-templates new-free-blogger-templates good template blogger template blogger ponsel Download template blogger Free Software Blog Free Blogger template Free Template for BLOGGER Free template sexy Free design Template theme blogspot free free classic bloggerskin download template blog car template website blog gratis daftar html template kumpulan templet Honda SUV car body design office property properties to buy properti new

TV online

Script by: http://www.andinifiandra.blogspot.com - 

Blogger news